Kapten Talal Amer, juru bicara resmi pemberontak Druze di Suriah bernama Pasukan Garda Nasional, mengumumkan perkembangan terkini terkait penahanan para kriminal oleh Damaskus akan diusahaan oleh pihaknya untuk dilepaskan.
Menurut pernyataannya dalam sebuah wawancara dengan media pro Israel, telah dibentuk sebuah komite negosiasi khusus yang bekerja sama dengan Amerika Serikat sebagai pihak yang memimpin koordinasi.
Komite ini ditugaskan sebagai pihak resmi dan satu-satunya yang berwenang membebaskan para tahanan yang terlibat dalam penculikan warga Arab Badui dan sejumlah kasus lainnya.
Sebelumnya milisi Druze Al Hajri menculik warga Arab Badui untuk memancing konflik sektarian dan menunjukkan eksistensinya. Kelompok ini diisi oleh kalangan barisan sakit hati Druze karena lengsernya rejim Bashar Al Assad. 2/3 penduduk Druze mendukung Presiden baru Suriah Ahmed Al Sharaa, khususnya mereka yang diterlantarkan oleh Assad di era pemerintahannya.
Milisi Al Hajri yang mendukung proyek neokolonialisme Greater Raya kini membentuk negara 'Jabal Druze' meski tak disetujui warga Druze lainnya. Negara ini mempunyai pemerintahan de facto bernama komite konstitusi dan Garda Nasional sebagai militernya.
Amer, yang merupakan mantan pegawai intelijen era Assad menekankan bahwa meski proses negosiasi berjalan, komite menghadapi sejumlah tantangan yang cukup signifikan.
Salah satu hambatan terbesar adalah; bagi pemerintah Suriah, warga yang ditahan adalah para kriminal bukan sandera sementara menurut para pemberontak Druze ini, para kriminal itu adalah sandera.
Pemberontak Druze menguasai 1/3 provinsi Suwaida sementara pemerintah Damaskus menguasai ibukotanya.
Sebelumnya pemerintah Suriah berusaha membubarkan para pemberontak namun dihalangi oleh Israel dengan melanggar wilayah Suriah dan membom kantor Kementerian Pertahanan Suriah di Damaskus. AS tidak mengutuk pemboman oleh Israel itu.
Di Media sosial para pemberontak memamerkan sejumlah persenjataan canggih termasuk rudal anti pesawat, tank dll yang mereka miliki peninggalan era Assad yang belum disita pemerintahan Suriah.
Pengakuan jubir pemberontak menunjukkan adanya campur tangan AS di belakang layar dalam aksi mereka selain dukunga serangan udara oleh Israel.
Mata-mata Israel dari kalangan Druze diperkirakan juga sudah berada di provinsi Suwaida dan sudah melakukan sabotase di berbagai wilayah Suriah.
Kelompok Druze di Israel sudah tak mengaku Islam, sementara di Suriah dan Lebanon masih mengaku Islam.
Tentara Israel dari kalangan Druze merupakan salah satu yang paling semangat membantai orang Palestina di Gaza selama kampanye genosida oleh Israel yang dikutuk dunia tapi sampai sekarang belum ada yang bisa menghentikannya.
Israel sendiri telah berulang kali melakukan infiltrasi ke Suriah baik dari darat maupun udara. Media sosial pro pemberontak Garda Nasional ini selalu mengglorifikasi dan memuji kehebatan Israel khususnya jika serangan itu menyebabkan tewasnya warga sipil.
Druze di Suriah termasuk sebagai suku Arab sebagaimana Alawite. Selama pemerintahan Assad dan ayahnya kelompok Druze, Syiah Alawite dan Kristen merupakan pihak yang diistimewakan baik di sektor ekonomi maupun jabatan. Meski begitu jabatan PM menjadi jatah Sunni karena tak mempunyai kekuasaan apa-apa.
Amer juga menekankan bahwa tidak ada komite negosiasi paralel atau alternatif yang diakui. Pernyataan ini mengklaim bahwa mereka adalah otoritas tertinggi kalangan Druze di Suwaida meski 2/3 warga Druze tak mendukung. Seorang Druze juga mendapat jatah kursi menteri di kabinet Ahmed Al Sharaa.
0 comments:
Post a Comment